Berpartisipasi dalam Pameran Kampung Hukum 2025, Kemenkum Sosialisasikan Layanan Hukum dan Transformasi Organisasi

2025 02 18 Kampung Hukum 1

Jakarta – Kementerian Hukum (Kemenkum) berpartisipasi dalam Pameran Kampung Hukum Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung (MA). Momen ini dimanfaatkan Kemenkum untuk menyosialisasikan pelayanan hukum yang ada di lingkungan Kemenkum, dan juga proses transformasi organisasi yang sedang berjalan.

Menurut Kepala Biro Hukum, Komunikasi Publik, dan Kerja Sama (Karo Hukerma) Ronald Lumbuun, Pameran Kampung Hukum dimaksimalkan untuk menginfokan kepada masyarakat luas akan layanan publik yang ada di Kemenkum, sekaligus memberitahukan kepada masyarakat bahwa Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah bertransformasi menjadi satu kementerian koordinator (kemenko), yakni Kemenko Hukum dan HAM, dan tiga kementerian, yaitu Kementerian Hukum, Kementerian HAM, dan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.

“Salah satu alasan perlu dilakukannya transformasi Kemenkumham adalah demi meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat,” ujar Ronald saat mengunjungi booth Kemenkum di Pameran Kampung Hukum 2025 di Gedung MA, Jakarta, Selasa (18/02/2025).

Keikutsertaan Kemenkum dalam Kampung Hukum Mahkamah Agung bukan hanya bentuk kehadiran simbolis, tetapi juga memiliki dampak strategis dalam sosialisasi regulasi, peningkatan akses hukum, koordinasi antar lembaga, serta transparansi kebijakan hukum. Melalui acara ini, Ronald berharap Kemenkum dapat berperan lebih aktif dalam memperkuat kesadaran hukum masyarakat, serta mendukung reformasi hukum yang lebih progresif.

Lebih lanjut Ronald menambahkan, Kemenkum di bawah komando Menteri Hukum (Menkum) Bapak Supratman Andi Agtas, terus berkomitmen untuk memberikan pelayanan publik terbaik kepada masyarakat.

“Tahun 2025, Menkum telah mencanangkan seluruh pelayanan publik di lingkungan Kemenkum berbasis digital, sehingga masyarakat lebih mudah mendapatkan akses layanan dimanapun berada,” tandas Ronald.

Setelah vakum selama tiga tahun, Pameran Kampung Hukum kembali digelar tahun ini. Pameran Kampung Hukum merupakan perwujudan dari kolaborasi antara berbagai pihak, sebagai bagian dari semangat tranparasi dan akuntabilitas dari segenap entitas yang bergerak di bidang hukum, serta lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap perkembangan hukum dan peradilan.

Di Pameran Kampung Hukum kali ini, Kemenkum juga menghadirkan mobil penyuluhan keliling (Penyuling) dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang merupakan salah satu unit kerja Kemenkum. Pameran Kampung Hukum ini diharapkan dapat menjadi forum yang inklusif dan edukatif bagi para pengunjung yang berasal dari semua lapisan masyarakat.

Pameran Kampung Hukum diselenggarakan selama dua hari, 18 – 19 Februari 2025, pukul 9.00 - 15.50 WIB di Lapangan Parkir Gedung MA, Jakarta. (Christo)

 2025 02 18 Kampung Hukum 2

2025 02 18 Kampung Hukum 3

Menkum Bahas Isu Aktual Bersama DPR, Termasuk Tentang Amnesti

2025 02 17 DPR 1

Jakarta - Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menghadiri Rapat Kerja (raker) bersama Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Senin (17/02/2025). Raker ini membahas sejumlah isu aktual Kementerian Hukum (Kemenkum) yang sedang dilakukan dan yang akan dilakukan selama tahun 2025, yaitu tentang pemberian amnesti, peraturan perundangan, administrasi hukum umum (AHU), hingga kekayaan intelektual (KI).

Supratman menyebut data awal penerima amnesti pada Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemen Imipas) sejumlah 44.000 orang. Jumlah penerima amnesti ini menurun hingga sekitar 19.000 orang setelah dilakukan verifikasi dan asesmen oleh Direktorat Jenderal AHU.

“Setelah Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum melalui Direktorat Pidana melakukan verifikasi dan asesmen kembali, maka angkanya (penerima amnesti) turun dari 44.000 menjadi sekitar 19.000. Ini masih terus kami lakukan perbaikan sekaligus penyesuaian terutama terkait empat kriteria penerima amnesti yang dalam rapat kerja yang lalu sudah kami sampaikan,” ujar Supratman di ruang rapat Komisi XIII DPR.

Para penerima amnesti adalah mereka yang terlibat kasus Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya terkait penghinaan kepada kepala negara atau kepada pemerintah; pengguna narkotika di bawah satu gram; penderita gangguan jiwa, sakit berkepanjangan, dan berusia lanjut; serta mereka di Papua yang dianggap makar, tetapi bukan bagian dari gerakan bersenjata.

“Kami berharap tahap asesmen terkait amnesti bisa segera diselesaikan. Mudah-mudahan sebelum pemberian remisi hari raya lebaran yang akan datang, Presiden bisa umumkan juga. Itu harapan kami,” tuturnya.

Di bidang peraturan perundangan, Kemenkum sedang menyiapkan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang KUHP yang akan berlaku di Januari tahun 2026 yang akan datang. Kemenkum juga memprioritaskan penyelesaian Rancangan Undang-undang Narkotika dan Psikotropika.

Sementara itu di bidang AHU, Supratman mengatakan isu aktual yang sedang ditangani adalah terkait tugas otoritas pusat terutama permohonan ekstradisi untuk inisial PT, penyelesaian dualisme Ikatan Notaris Indonesia (INI), dan sengketa badan usaha.

Selanjutnya, Menteri Hukum juga menyampaikan perkembangan di bidang kekayaan intelektual, di antaranya optimalisasi penyelesaian sertifikasi merek. Supratman bilang Direktorat Jenderal KI berupaya menciptakan sistem kerja yang efisien sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, tunggakan sertifikasi merek bisa diselesaikan.

“Alhamdullilah dalam waktu singkat ada sekitar 11.000 kasus sertifikasi merek yang terbengkalai telah diselesaikan. Tunggakannya menjadi nol,” katanya.
Di samping itu, isu-isu aktual lain yang menjadi fokus Kemenkum adalah terkait transformasi digital, pembentukan desa sadar hukum, pemantauan dan peninjauan UU, rencana pembukaan program studi baru di Politeknik Pengayoman Indonesia, serta harmonisasi peraturan perundang-undangan. (Yatno)

2025 02 17 DPR 2

Maksimalkan Kebijakan Efisiensi Anggaran, Kemenkum Ajukan Rekonstruksi Anggaran untuk 3 Program

2025 02 13 Raker DPR

Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) tetap memaksimalkan kinerja di tengah kebijakan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025. Guna memaksimalkan kinerja, Kemenkum mengajukan rekonstruksi anggaran yang nantinya akan digunakan untuk tiga program.

Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Eddy Hiariej menyampaikan, efisiensi anggaran dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan prioritas Kemenkum, serta melakukan penyesuaian pos belanja mulai dari evaluasi program dan kegiatan yang dihitung secara rinci untuk memastikan efektivitas anggaran.

“Dengan memperhatikan kebutuhan prioritas Kemenkum untuk melaksanakan tugas dan fungsi, Kemenkum mengusulkan rekonstruksi anggaran sebesar Rp. 3.388.313.122.000,” ujar Eddy dalam Rapat Kerja terkait Penetapan Hasil Rekonstruksi Anggaran Kementerian/Lembaga Tahun 2025 dengan Komisi XIII DPR RI.

Menurut Eddy, anggaran tersebut digunakan untuk membiayai 3 program, yaitu untuk program pembentukan regulasi, program penegakan dan pelayanan hukum serta program dukungan manajemen.

“Ketiga program ini dilaksanakan oleh 8 unit Eselon I yaitu Sekretariat Jenderal, Ditjen Peraturan Perundang – Undangan, Ditjen Administrasi Hukum Umum, Ditjen Kekayaan Intelektual, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Badan Strategi Kebijakan dan Badan Pembinaan Sumber Daya Manusia Hukum,” ungkapnya pada Kamis (13/02/2025) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

Lebih lanjut Wamenkum juga menyebutkan, bahwa Kemenkum mendukung pelaksanaan RPJMN 2025 – 2029 melalui Prioritas Nasional Nomor 1 dan 7 dengan dukungan anggaran sebesar Rp. 64.026.812.000 untuk menyelesaikan 14 output prioritas nasional.

“14 output prioritas nasional yang dilaksanakan Kemenkum seperti RUU KUH Acara Perdata, kegiatan bantuan hukum litigasi, kegiatan bantuan hukum non litigasi,” kata Wakil dari Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas.

Sementara itu Willy Aditya, Ketua Komisi XIII DPR RI mengatakan, bahwa sebagai tindak lanjut atas Inpres No. 1 Tahun 2025 Komisi XIII DPR RI menyetujui perubahan pagu alokasi anggaran APBN 2026 terhadap K/L yang menjadi mitra kerja Komisi XIII DPR RI.

“Komisi XIII ini hanya hasil rekonstruksi, kalau mau dibahas nanti kita akan bahas dalam raker (rapat kerja), sifatnya kita hanya memberikan persetujuan atas hasil rekonstruksi,” paparnya saat membacakan kesimpulan rapat.

Willy juga menyampaikan, bahwa Komisi XIII DPR RI meminta K/L yang menjadi mitra kerja komisi XIII DPR RI untuk memastikan bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan tidak mengurangi efektivitas program serta tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat.

“Efisiensi anggaran yang dilakukan tidak mengurangi efektivitas program serta tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat dengan tetap memperhatikan prinsip transparansi dan akuntabilitas agar pengelolaan keuangan negara semakin efisien, tepat sasaran dan berkelanjutan,” ujar Willy.

Sebagai informasi, efisiensi belanja Kemenkum diusulkan Rp. 1.678.287.603.000 atau 33,12 % dari total pagu Rp. 5.066.600.725.000. Dengan demikian rekonstruksi anggaran Kemenkum sebesar Rp. 3.388.313.122.000 dengan rincian pagu yang dapat digunakan yaitu Rupiah Murni sekitar 2,8 triliun tepatnya Rp. 2.895.713.122.00 dan PNBP sebesar Rp. 492.600.000.000.

Pemerintah dan DPR Segera Bahas RUU Minerba

2025 02 11 Minerba 1

Jakarta – Pemerintah dan DPR segera membahas Rancangan Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba). Hal ini diketahui setelah dilakukan Rapat Pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, antara perwakilan pemerintah dan DPR.

Ketua Badan Legislatif DPR (Baleg DPR) Bob Hasan menyampaikan bahwa rapat ini merupakan pembahasan tingkat I, dan dari hasil rapat ini, DPR akan membentuk Tim Panitia Kerja (Panja).

"Pembahasan RUU (Minerba) ini akan dijadwalkan secepatnya pada tingkat Panja," ujar Bob di Gedung Parlemen DPR, Selasa (11/02/2025).

Lebih lanjut Bob Hasan menjelaskan, bahwa pembahasan RUU ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi Putusan No. 64/PUU-XVIII/2020. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 telah diuji dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.

“Pertama, Putusan No. 64/PUU-XVIII/2020, yang menyatakan ketentuan Pasal 169A ayat (1), Pasal 169A ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 169A ayat (1), dan Pasal 169A ayat (1) huruf a dan huruf b UU No. 3/2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.

Kedua, Putusan No. 37/PUU-XIX/2021, yang menyatakan Pasal 17A ayat (2), Pasal 22A, Pasal 31A ayat (2) Pasal 172B ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tandasnya.

Sementara itu, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas, yang mewakili pemerintah menyampaikan, bahwa pemerintah menyambut baik inisiatif DPR untuk menyusun RUU Minerba ini.

“Pembahasan RUU ini sebagai bagian dari upaya tata kelola mineral dan batubara ke depan, serta sebagai upaya untuk menjalankan amanat pasal 33 UUD 45 dalam rangka memaksimalkan kemanfaatan mineral dan batubara untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” kata Supratman.

Supratman menambahkan, terkait dengan penyesuaian ketentuan sebagai pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi, pemerintah telah melakukan identifikasi masalah RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009.

“Insyaa AllaaH dalam satu atau dua hari kedepan kami akan melakukan penyerahan Daftar Inventaris Masalah (DIM) kepada Badan legislasi DPR,” kata Supratman. (Komar)

2025 02 11 Minerba 2

2025 02 11 Minerba 3

Tak Hanya Orang Pribadi, Korporasi Juga Bisa Jadi Pelaku Tindak Pidana

2025 02 11 Mandiri 1

Jakarta - Tindak pidana tidak hanya dilakukan oleh orang pribadi, akan tetapi bisa juga dilakukan oleh korporasi. Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward Omar Sharif Hiariej, saat menjadi narasumber pada Program Intermediate Legal Insan BUMN.

Wamenkum menegaskan, di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), korporasi merupakan subjek tindak pidana. Oleh karenanya, korporasi juga merupakan subjek (pelaku) tindak pidana.

“Pasal 45 Ayat (1) merupakan penegasan bahwa korporasi merupakan subjek (pelaku) tindak pidana. Jadi, pelaku tindak pidana bukan hanya orang sebagai pribadi kodrati (naturlijk person),” kata Eddy di Mandiri Corporate University, Jakarta, Selasa (11/02/2025).

Dalam Pasal 45 Ayat (1) dikatakan bahwa korporasi merupakan subjek tindak pidana. Dalam ayat berikutnya dikatakan bahwa korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau yang disamakan dengan itu, serta perkumpulan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, badan usaha yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan dengan itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Meskipun pada beberapa undang-undang diluar KUHP, korporasi sudah menjadi subjek tindak pidana, namun dalam KUHP Lama, hanya orang yang dapat menjadi subjek tindak pidana, korporasi tidak. KUHP ini perlu menegaskan hal itu sebagai suatu ketentuan yang sifatnya umum, sehingga diatur di Buku 1 KUHP,” tutur Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang lebih dikenal dengan panggilan Eddy ini.

Jika Pasal 45 Ayat (1) menegaskan bahwa korporasi adalah subjek tindak pidana dan Pasal 45 Ayat (2) mengatur cakupan dari korporasi, maka Pasal 46 mengatur tentang apa yang dimaksudkan dengan tindak pidana oleh korporasi (corporate crime).

“Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, tindak pidana oleh korporasi dapat dilakukan oleh pemberi perintah, pemegang kendali, atau pemilik manfaat korporasi yang berada di luar struktur organisasi, tetapi dapat mengendalikan korporasi,” ujar wakil dari Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas ini.

Pasal 47 ini, lanjut Eddy, merupakan perluasan dari pengertian tindak pidana oleh korporasi yang diatur di Pasal 46. Di Pasal 46, tindak pidana oleh korporasi itu dilakukan oleh dua kategori orang yakni pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi, dan orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain.

“Hal itu kemudian diperluas di Pasal 47 yang pada intinya selain menyatakan bahwa, selain pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi dan orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain, tindak pidana oleh korporasi dapat dilakukan oleh pemberi perintah, pemegang kendali, atau pemilik manfaat korporasi yang berada diluar struktur organisasi, tetapi dapat mengendalikan korporasi,” ucap Eddy.

Dengan demikian berdasarkan Pasal 46 dan Pasal 47 terdapat lima kategori orang yang melakukan tindak pidana yang disebut “tindak pidana oleh korporasi” itu yakni: (1) pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi; (2) orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain; (3) pemberi perintah; (4) pemegang kendali, atau (5) pemilik manfaat korporasi. Ketiga kategori terakhir itu berada diluar struktur organisasi, tetapi dapat mengendalikan korporasi. (Tedy)

2025 02 11 Mandiri 2

logo besar kuning
 
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA
PikPng.com school icon png 2780725   Jl. H.R. Rasuna Said, Kec. Kuningan, Kota Jakarta Selatan, Jakarta 12940
PikPng.com phone icon png 604605   021-5253004
     

 

facebook kemenkumham   twitter kemenkumham   instagram kemenkumham   Youtube kemenkumham   rss kemenkumham
logo besar kuning
 
KEMENTERIAN HUKUM
REPUBLIK INDONESIA


          rss kemenkumham

  Jl. H.R. Rasuna Said, Kec. Kuningan, Kota Jakarta Selatan, Jakarta 12940
  021-5253004
  rohumas@kemenkum.go.id
  pengaduan.setjen@kemenkum.go.id

Copyright © Pusat Data dan Teknologi Informasi
Kemenkum RI